
BANGKALAN – Asap mengepul dari roda mesin penggilas aspal yang terakhir kali melintas di ruas jalan Arosbaya–Kombangan pada Sabtu malam (26/7/2025). Di pinggir jalan, warga terlihat duduk berjajar, menyaksikan jalan baru yang kini membentang mulus di depan mata mereka—sebuah pemandangan yang belum lama ini hanya menjadi impian.
Di satu sisi, seorang warga, H.Kholik, berdiri sambil mengamati jalan yang kini tak lagi berlubang dan berdebu. “Dulu saya harus menuntun sepeda karena roda nyangkut di lubang. Sekarang bisa ngebut,” katanya sambil terkekeh.
Jalan sepanjang puluhan kilometer itu merupakan bagian dari proyek perbaikan infrastruktur yang digagas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan. Proyek yang dikerjakan sepanjang ruas Kecamatan Arosbaya hingga Kecamatan Geger ini menandai perubahan penting di wilayah utara Bangkalan, kawasan yang selama ini dikenal rawan terisolasi saat musim hujan.

“Pengaspalan tahun ini sudah sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anggaran yang ada,” ungkap Haji Hosnan, Ketua Lembaga Pemantau Korupsi Kabupaten Bangkalan, yang turut memantau langsung proses pengerjaan. Menurutnya, sumber dana berasal dari kombinasi Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Inpres Jalan Daerah (IJD), dengan nilai total mencapai puluhan miliar rupiah.
Meski terdengar teknis, proyek ini membawa dampak yang sangat nyata bagi kehidupan warga. Bagi para siswa sekolah menengah yang biasa berjalan kaki menyusuri jalan tanah, pengaspalan ini memperpendek waktu tempuh. Bagi para petani dan pedagang, akses pasar menjadi lebih cepat, aman, dan efisien.
Namun di balik optimisme itu, tetap ada suara-suara kritis. Beberapa aktivis LSM seperti Wawan Arosbaya dan Edi Glagga serta S.Gobar Gentar menyuarakan pentingnya transparansi dalam penggunaan anggaran. “Kami mendukung pembangunan ini, tapi ke depan harapannya pengelolaan dana bisa lebih terbuka dan partisipatif,” ujar Edi.
Meski begitu, tak dapat dimungkiri, proyek ini telah mengubah wajah wilayah Arosbaya dan sekitarnya. Jalan yang dulu menjadi keluhan kini menjadi harapan. Seiring roda-roda kendaraan yang melaju di atasnya, roda ekonomi lokal pun perlahan mulai bergerak.
H.Kholik kembali melirik jalan aspal hitam itu, kali ini dengan tatapan lebih dalam. “Kalau pemerintah terus begini, saya yakin anak-cucu saya nggak harus pindah kota cari hidup,” katanya.
Di tengah dinamika pembangunan dan tuntutan keterbukaan, satu hal yang tak bisa dibantah: jalan baru ini bukan hanya membuka akses fisik, tapi juga membuka ruang bagi harapan masyarakat pedesaan yang selama ini termarjinalkan.(007)