
Bojonegoro — Dugaan kejanggalan dalam proses lelang aset jaminan kredit milik seorang debitur bernama Nurul Ismawati oleh PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Cabang Bojonegoro menuai sorotan tajam. Dalam proses eksekusi lahan tersebut, tanaman kedelai yang belum waktunya panen diduga dibabat habis, memicu reaksi keras dari berbagai pihak.
Ketua Pusat Komunikasi dan Informasi (Puskominfo) DPD Jawa Timur, Umar Al Khotob atau yang akrab disapa Ki Dalang Umar, menilai tindakan itu tidak mencerminkan pelaksanaan eksekusi yang berkeadilan.
“Dalam kasus eksekusi lahan sengketa, tanaman seperti kedelai tidak boleh serta-merta dibabat, meskipun tidak ada permohonan penundaan eksekusi secara tertulis,” tegas Umar saat dikonfirmasi, Sabtu (11/10/2025).
Pandangan serupa disampaikan oleh Danitri,SH salah satu anggota tim advokat Puskominfo. Ia menegaskan bahwa kewenangan jurusita pengadilan terbatas pada amar putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT).
“Kalau amar putusan hanya menyebut menyerahkan bidang tanah kepada pemohon eksekusi, maka yang boleh diserahkan hanyalah tanahnya — bukan tanaman atau hasil panen di atasnya, kecuali secara eksplisit disebut dalam putusan,” ujar Danitri.
Menurutnya, tanaman yang tumbuh di atas tanah sengketa memiliki nilai ekonomi dan perlindungan hukum tersendiri. Berdasarkan Pasal 499 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), tanaman yang melekat pada tanah termasuk benda tidak bergerak, namun hasil panennya merupakan benda bergerak yang tetap menjadi milik penanam hingga diserahkan secara sah.
“Artinya, meskipun tanahnya sudah menjadi hak pihak pemenang, tanaman yang belum dipanen tetap menjadi milik penanam,” tambahnya.
Danitri juga mengingatkan, bila pembabatan tanaman dilakukan tanpa izin atau dasar hukum yang sah, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH) sesuai Pasal 1365 KUHPerdata, bahkan bisa termasuk tindak pidana perusakan barang sebagaimana diatur dalam Pasal 406 KUHP.
Dalam praktik di banyak pengadilan, jurusita biasanya memberikan waktu panen terlebih dahulu sebelum eksekusi dilakukan sepenuhnya. Kondisi di lapangan pun dicatat dalam Berita Acara Eksekusi (BAE) agar proses berjalan adil dan transparan.
“Pelaksanaan eksekusi harus memperhatikan asas kepatutan, keadilan, dan kemanusiaan. Jika tanaman dibabat tanpa koordinasi, itu berpotensi menimbulkan konflik sosial dan pelanggaran hukum,” tegas Ki Dalang Umar.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT PNM Cabang Bojonegoro belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan pembabatan tanaman kedelai dalam proses eksekusi tersebut.
Tim redaksi masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait untuk memperoleh klarifikasi lebih lanjut.
Kasus dugaan kejanggalan ini kini menjadi perhatian lembaga pemerhati hukum dan perlindungan konsumen yang mendesak adanya evaluasi terhadap pelaksanaan prosedur lelang dan eksekusi aset oleh pihak berwenang.
Pewarta : Hosnan Arosbaya