Bojonegoro — Hari itu, Nurul tidak pernah menduga langkah kecilnya untuk meminjam uang akan berakhir panjang di meja penyidik. Warga Desa Kedungrejo, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro itu, hanya ingin mencari jalan keluar dari kebutuhan mendesak: pinjam uang Rp30 juta dengan jaminan mobil miliknya.
Namun siapa sangka, kepercayaan yang ia berikan justru berubah menjadi jerat. Mobil yang seharusnya hanya “dititipkan” sementara, kini raib entah ke mana.

Menurut penuturan Umar Al Khotob, Ketua Puskominfo Indonesia DPD Jawa Timur sekaligus pendamping hukum Nurul, awalnya Nurul bersepakat dengan LR, warga satu desa, untuk menggunakan mobilnya sebagai jaminan pinjaman. Kesepakatan sederhana: pinjam Rp30 juta, tebus Rp35 juta.
Tapi kenyataan di lapangan jauh berbeda. Saat Nurul hendak menebus mobilnya, ia justru tidak menemukannya. Ia mencari tahu kepada Kepala Desa Kedungrejo, yang juga adalah orang tua LR.

“Kades bilang mobilnya ada di Bali. Kalau mau diambil, tebus Rp50 juta. Padahal sebelumnya tidak ada perjanjian seperti itu,” ujar Umar, yang akrab disapa Ki Dalang, Kamis (16/10).
Merasa dipermainkan dan dirugikan, Nurul akhirnya memutuskan menempuh jalur hukum. Didampingi Umar, ia melapor ke Polres Bojonegoro, dengan nomor STPL/263/X/2025/SATRESKRIM.
“Kami berharap polisi bergerak cepat. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal keadilan bagi rakyat kecil,” tegas Ki Dalang yang juga menjabat sebagai Ketua YBH Batara DPD Jawa Timur.
Kini, laporan itu resmi dalam penyelidikan Satreskrim Polres Bojonegoro. Polisi akan memanggil para pihak untuk mengklarifikasi duduk perkara.
Kasus ini bukan sekadar soal mobil atau pinjaman, tetapi tentang bagaimana kepercayaan bisa berubah menjadi kekecewaan, ketika kesepakatan sederhana dilanggar oleh pihak yang seharusnya dipercaya.