Mojokerto – Advokat dari kantor hukum Hadi Sutjipto & Partner, sangat menyesalkan tindakan Kasubsi Penyidikan Kejaksaan Negeri Mojokerto yang melarang dirinya mendampingi klien sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana korupsi.
Hadi menyampaikan selain tersangka atau terdakwa, saksi juga berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan.
“Bantuan hukum ini merupakan wujud pelaksanaan hak konstitusional setiap warga negara baik itu sebagai saksi maupun tersangka atau terdakwa untuk setiap tindak pidana atau pelanggaran hukum yang dituduhkan,” tegas Hadi saat ditemui di lobby Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto, Senin(17/02).

Ia menuturkan dalam aturan Pasal 54 KUHAP hanya menyatakan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum namun ada undang-undang khusus di luar KUHAP, atau perundangan lainnya, yang membolehkan saksi didampingi advokat.
“Berdasarkan UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pasal 5 Ayat (1) huruf l UU ini dengan tegas menyebutkan, saksi berhak mendapat nasihat hukum.Berdasarkan UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat Pasal 1 Angka 1,yang menegaskan bahwa Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang Selanjutnya, dalam Pasal 1 Angka 2 UU No 18 Tahun 2003 disebutkan, jasa hukum yang diberikan oleh advokat, berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien,” tegas Mantan Hakim Tipikor tersebut.
Hadi menambahkan hak saksi untuk didampingi juga diatur dalam Pasal 18 UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menegaskan, setiap orang yang diperiksa berhak mendapat bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Disamping itu, berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap 8/2009), pada Pasal 27 huruf a yang membolehkan seorang saksi didampingi oleh advokat/penasihat hukum.
“Aturan pasal 27 cukup jelas, setiap petugas yang melakukan tindakan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa wajib: a. Memberikan kesempatan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa untuk menghubungi dan didampingi pengacara sebelum pemeriksaan dimulai,” ungkap Hadi.
Seharusnya Kejaksaan melakukan terobosan hukum seperti Polisi, terkait saksi yang juga punya hak didampingi advokat, karena sesuatu yang tidak secara tegas diatur atau dilarang dalam hukum acara diserahkan pada situasi dan kondisi praktik di lapangan.
“Kejaksaan harus punya kebijakan dan terobosan hukum seperti Polri, apalagi dalam kasus dimana saksi berpeluang menjadi tersangka. Tanpa didampingi penasihat hukum, saksi sangat rentan diintimidasi, diprovokasi, dijerat dengan pertanyaan-pertanyaan yang menjebak dan melanggar hukum acara, prinsip-prinsip hak asasi manusia, dan norma perlindungan saksi,” pungkasnya.